Dua Pagi
Matanya saya tatap. Dalam benar. Tidak
sekadar melihatnya, ini jauh berbeda dari malam-malam sebelumnya. Tatapan ini
bukan dalam keremangan sebelum lenguhan berkali-kali. Mencoba menembus segala
yang ada dalam mata, menerkam apa yang melebihi ucapannya. Makna sesungguhnya
yang mungkin tak pernah terucapkan.
Kemudian, saya tersadar. Tidak ada apa-apa
di sana. Saya hanya mencoba mencari yang tidak ada. Hanya ada sisa. Sisa
gelisah yang serius, cenderung akut. Bahkan, dalam kegelisahannya, pesonanya
masih ada. Sedikit memudar memang. Setiap katanya terasa begitu benar karena
jujur. Orang yang sedang karut dan sudah berhasil memilah penyangkalannya memang
apa adanya saja. Adanya malam ini hanya untuk ditemani sebagai dirinya
sendiri.
Tatapannya tak pernah lekang dari
menatapku pula. Mungkin dia juga mencari-cari jujur di balik tawa saya
menanggapi kegusarannya. Entah apa yang ia temukan. Pikir saya, ia hanya mau
yakin bahwa saya ada di depannya karena saya mau. Mau saya pun mungkin
diharapkan sungguh mau, tanpa motif apa-apa lagi di belakangnya, apalagi
pembuktian. Dan, memang demikian.
Malam itu, saya juga tak mau memeluknya.
Apalagi berlenguh-lenguh. Saya hanya mau tidur karena hari panjang itu saya
akhiri sampai lelah benar. Saya ingin tidur di kasur saya. Tanpa suara anjing
yang membangunkan pada pagi hari. Tanpa suara alarmnya setiap jam delapan pagi.
Tanpa suara telepon dari pasangannya yang berusaha mesra. Tanpa harus bangun
melihat gantungan bajunya yang terpampang lurus dari sisi saya biasa
tidur.
Maka itu, tawarannya untuk mengantar
pulang saya tolak. Ini bukan tanggapan yang dianggap sebagai bentuk kekesalan
atas cerita gundahnya. Sama sekali bukan. Saya boleh lelah tanpa harus
menjelaskan hal yang diada-adakan, bukan? Sama sekali bukan perasaan yang
lelah, sungguh ini raga saja. Percakapan ini cukup, tak perlu diperpanjang
hingga perjalanan pulang. Selama perjalanan pulang kali itu, saya hanya mau
diam. Bertukar peluk dengan yang sudah terlelap dulu sejak awal kita
berbincang.
Komentar
Posting Komentar