Topi Kubruk

Setelah mengambil keputusan untuk bangun pagi, ia membuat secangkir dan segelas kopi. Diaduknya hingga larut tanpa peduli perasaan karut-marut. Dipersembahkan kepada orang malas yang masih terbaring di sebelah. Pagi-pagi sudah manis dan tak minta terbelah. Disuguhkan di meja kayu, entah kopinya entah juga perasaannya yang layu. Kopi kental dengan gula, menipu pahit dengan manis yang merajalela.

Dua-dua tahu dan tak bertanya. Yang penting aku-kamu tak sekadar hanya. Satu bangun untuk bakar rokok, satunya hanya termangu dan mulai. "kok?". Dalam diam kopi diseruput sambil menunggu ada yang menjemput. Sudah datang padahal belum mandi, satu bilang sampai jumpa lagi.

Sudah pulang sudah tak kenal. Satu ragu untuk sayang, satu yakin untuk menyangkal. Yang ditinggal cuci cangkir dan gelas, lengkap dengan membuang kopi yang sudah jadi ampas. Ini selesai tanpa bekas melunglai. Sibuk bertanya sendiri dan tak usah dibagi. 

Kopi acap jadi penanda, waktu dimulai tanpa sibuk dengan pertanda. Biar tak saling punya, siapa sangka ini sudah menggelora.

Komentar