Postingan

tapi adalah tanpa dengan

Kamu bukan tapi, melainkan adalah Terdengar bukan bantahan Hanya penjelasan berujung paham Terterangkan melalui tindak laku Aku pun bukan tanpa, melainkan dengan Tercerahkan melalui tatapan Seka saja aliran air yang berasal dari bawah dahi Mengecup lembut membasahi bumi Basuh lembut kaki kelelahan setelah perjalanan panjang Menenangkan sukma hingga kaku terperaikan

Monyong

“Itu pacar kamu?” kataku bisik-bisik sambil melirik seseorang yang kerap melihat ke arah kami sambil bersungut-sungut. Mulutnya hampit copot karena terlalu maju setiap melihat kami. Matanya melirik terlalu tajam. Saya mencoba melakukannya; melirik ke kiri—arah yang berlawanan dengan keberadaannya—dengan tajam dan berulang-ulang dan saya pusing. Orang yang ditanya tertawa saja. Tak mau menjawab. Ia sibuk membuka-buka majalah. Ah, saya rasa, ia hanya pura-pura saja membuka majalah. Saya yakin, ia sama sekali tak melihat apa pun dari tiap lembaran yang dibuka. Tapi, saya tidak mau memaksa. Saya tidak kepingin menanyakan pertanyaan yang sama lagi. Kemudian, saya sibuk dengan origami saya. Origami mimpi. Di tengah lipatan, saya penasaran bukan main. Orang di seberang sana masih saja sibuk melirik kami. Kasian betul itu mulutnya. Berlipat semakin mengerucut ke arah depan.  “Dia pasti pacar kamu, ya? Lihat, tuh. Dia melihat kita saja seperti itu.” Saya coba sedikit...

Konspirasi Diri Sendiri

Sepanjang hidupnya dipenuhi harapan. Berharap terus. Bahkan, ia sampai tak tahu apa yang ia harapkan. Kerap, ia curiga bahwa dirinya sedang menyembunyikan harapannya. Ia terlalu tidak mau tahu akan harapannya sehingga disimpan di tempat yang kucil oleh dirinya sendiri. Sampailah ia pada titik ia sedang berharap dan tidak tahu apa yang diharapkan. Kemudian, lelah. Ia mencoba untuk tidak berharap. Namun, tidak bisa. Harapan itu masih ada. Apa yang ia harapkan? Ia tidak tahu. Sampailah ia tidak tahu ia berharap atau tidak. Ia hanya berada dalam keadaan atau —berharap atau tidak—atau keadaan antara—antara berharap dan tidak. Kemudian, ia berlenggang kangkung seolah tak peduli dengan harapannya. Harapannya mengikutinya diam-diam. Perjalanannya menajdi tak tenang. Dihantui harapan yang tak pernah diketahui bentuknya. Harapan menjadi sosok yang ditakutkan. Hidupnya tak tenang karena harapan. Setelah berkejaran dengan harapan sampai berpeluh-peluh, malam nanti, ia sudah...

Surat Samudra #5

Kepada Samudra, Kamu ada tanpa hadir. Hadirmu terasa betul semakin mendekap tanpa erat. Segala petanda juga dihadirkan dengan membebaskan makna. Ya, makna sudah tidak terikat lagi, menjadi bentukan masing-masing. Malam lalu, kita banyak berbincang. Ikatan justru membebaskan layaknya peraturan yang malah melindungi, bukan merantai kaki. Setelah terpingkal-pingkal akibat ulahmu, aku mengingat harummu melalui tanah yang basah, dingin yang berkecamuk, dan juga teduh yang bergelayut. Kepekaan manusia kota kerap terlibas oleh detak mesin; menepiskan keyakinan dan—sayangnya—menebalkan kecurigaan. Katamu, semua berawal dari yakin. Keyakinanlah yang mengantarkan kita pada kepekaan; sensitivitas yang terjaga. Malam sebelumnya, kamu membiarkan aku menikmati derai tawa dari kedua orang tua itu. Di dalam rumahnya, mereka memadu kasih dengan mengajak siapa pun tanpa ragu. Tidak ada wacana yang menggelantung, semua langsung dilakukan tanpa menunggu. Ya, kasih sayang tak pernah...

Pejalan Kaki

Trotoar kota itu begitu apik. Rapi terjalin tanpa ada kerusakan berarti. Kami sebagai pecinta jalan kaki merasa begitu dihormati. Lampu kota pun menerangi tanpa menyilaukan. Redup; seakan berusaha menenteramkan hati yang padahal sudah teduh. Bayang-bayang kaki kami terlihat jelas. Terus berjalan tanpa mau kalah oleh dinginnya malam. Sudah seharian kami berada di luar ruangan. Tanpa henti mengisi setiap kekosongan dengan pembicaraan serius yang berbalur santai sehingga membekas. Inilah pembicaraan yang merindukan dan pasti terindukan. Hampir tak mau kalah oleh waktu agar terus bisa terus berbicara dan mendengarkan dalam satu saat yang bersamaan. Saya mau pecah kebahagiaan. Ini terlalu bertubi-tubi. Saya tak mau pecah. Belum waktunya. Ini perlu dibagi untuk meredakan segala antusiasme yang melonjak-lonjak tanpa pernah turun selama beberapa hari terakhir. Saya kirim pesan kepada mereka yang masih berbicara dalam satu frekuensi yang sama. Begitu sama. “Saya sedang berada di l...

Dihidupkan Kembali

Puncak. Itulah tujuan kami pada awalnya. Menyentuh puncak ketinggian. Perjalanan ini diiringi tanpa rencana matang. Itulah yang membuka segala kemungkinan. Semua dimulai dari pertemuan dengan orang-orang baru. Mereka bukan orang-orang biasa. Kami berada di satu perputaran energi yang sama, setidaknya begitulah yang saya rasakan. Saya semakin yakin bahwa setiap pertemuan merupakan hasil dari energi yang tarik-menarik. Kami saling menarik. Bertemulah kami! Rasanya, tanpa mereka, saya tidak akan sebegitu menjelajahnya. Keindahan alam yang selalu dibicarakan orang-orang adalah satu hal. Pesonanya memang dapat dilihat melalui gambar-gambar, tetapi indera lain pun patut diberi kesempatan untuk merasakan. Memori saya lekat dengan segala keanggunan alam di sana. Bukan itu. Itu bukanlah satu-satunya hal yang saya bawa pulang untuk menemani hidup saya pada hari-hari setelahnya. Saya membawa pulang sesuatu yang lebih. Jauh dari penemuan atas pencarian, tetapi jejaknya terl...