Konspirasi Diri Sendiri
Sepanjang hidupnya dipenuhi
harapan. Berharap terus. Bahkan, ia sampai tak tahu apa yang ia harapkan. Kerap,
ia curiga bahwa dirinya sedang menyembunyikan harapannya. Ia terlalu tidak mau
tahu akan harapannya sehingga disimpan di tempat yang kucil oleh dirinya
sendiri. Sampailah ia pada titik ia sedang berharap dan tidak tahu apa yang
diharapkan. Kemudian, lelah.
Ia mencoba untuk tidak
berharap. Namun, tidak bisa. Harapan itu masih ada. Apa yang ia harapkan? Ia
tidak tahu. Sampailah ia tidak tahu ia berharap atau tidak. Ia hanya berada
dalam keadaan atau—berharap atau tidak—atau keadaan antara—antara
berharap dan tidak.
Kemudian, ia berlenggang
kangkung seolah tak peduli dengan harapannya. Harapannya mengikutinya
diam-diam. Perjalanannya menajdi tak tenang. Dihantui harapan yang tak pernah
diketahui bentuknya. Harapan menjadi sosok yang ditakutkan. Hidupnya tak tenang
karena harapan.
Setelah berkejaran dengan
harapan sampai berpeluh-peluh, malam nanti, ia sudah persiapkan satu pesan
khusus untuk harapan. “Hai, harapan. Kamu masih saja berharap?” Sayangnya, ia tak pernah mendapat balasan. Itulah kebiasaan harapan; sukanya berharap diam-diam. Dasar harapan.
Komentar
Posting Komentar