Monyong


“Itu pacar kamu?” kataku bisik-bisik sambil melirik seseorang yang kerap melihat ke arah kami sambil bersungut-sungut. Mulutnya hampit copot karena terlalu maju setiap melihat kami. Matanya melirik terlalu tajam. Saya mencoba melakukannya; melirik ke kiri—arah yang berlawanan dengan keberadaannya—dengan tajam dan berulang-ulang dan saya pusing.

Orang yang ditanya tertawa saja. Tak mau menjawab. Ia sibuk membuka-buka majalah. Ah, saya rasa, ia hanya pura-pura saja membuka majalah. Saya yakin, ia sama sekali tak melihat apa pun dari tiap lembaran yang dibuka. Tapi, saya tidak mau memaksa. Saya tidak kepingin menanyakan pertanyaan yang sama lagi.

Kemudian, saya sibuk dengan origami saya. Origami mimpi. Di tengah lipatan, saya penasaran bukan main. Orang di seberang sana masih saja sibuk melirik kami. Kasian betul itu mulutnya. Berlipat semakin mengerucut ke arah depan. 

“Dia pasti pacar kamu, ya? Lihat, tuh. Dia melihat kita saja seperti itu.” Saya coba sedikit membuat pernyataan yang menantang. Setidaknya, saya berharap matanya dapat teralihkan. Dia masih saja tertawa sambil melihat origami saya.

“Itu salah lipat nanti,” katanya. Saya tahu dia hanya berusaha mengalihkan perhatian saya. Saya juga bisa berpura-pura teralihkan dan kemudian tidak menanyakan siapa orang yang dari tadi melirik-lirik sinis ke arah kami. Namun, saya tidak mau. Saya mau mendapatkan jawaban. Padahal, apapun jawabannya, tak akan memuaskan saya.

Sekali lagi, saya tidak mau memaksa. Tapi, saya kesal. Ketika sadar saya kesal, mulut saya sudah maju mengerucut. Origami saya acak adut. Pikiran saya menggerutu kepada sebelah saya. Saya sampai lupa dengan keberadaan orang di seberang sana mungkin karena saya sudah mengikuti polahnya.

Ketika saya angkat kepala dan mencoba melirik orang itu, dia sudah tidak ada. Kesal saya hilang. Pertanyaan saya juga. Kemudian, kami berada dalam satu keadaan diam yang canggung. Tidak ada keinginan untuk membicarakan apa pun. Dia berhenti membolak-balik majalah. Tak ada tawa lagi. Saya lelah berorigami. Origami mimpi.

Saya rindu orang seberang yang melirik sinis itu.


Komentar