Surat Samudra #5


Kepada Samudra,

Kamu ada tanpa hadir. Hadirmu terasa betul semakin mendekap tanpa erat. Segala petanda juga dihadirkan dengan membebaskan makna. Ya, makna sudah tidak terikat lagi, menjadi bentukan masing-masing. Malam lalu, kita banyak berbincang. Ikatan justru membebaskan layaknya peraturan yang malah melindungi, bukan merantai kaki.

Setelah terpingkal-pingkal akibat ulahmu, aku mengingat harummu melalui tanah yang basah, dingin yang berkecamuk, dan juga teduh yang bergelayut. Kepekaan manusia kota kerap terlibas oleh detak mesin; menepiskan keyakinan dan—sayangnya—menebalkan kecurigaan. Katamu, semua berawal dari yakin. Keyakinanlah yang mengantarkan kita pada kepekaan; sensitivitas yang terjaga.

Malam sebelumnya, kamu membiarkan aku menikmati derai tawa dari kedua orang tua itu. Di dalam rumahnya, mereka memadu kasih dengan mengajak siapa pun tanpa ragu. Tidak ada wacana yang menggelantung, semua langsung dilakukan tanpa menunggu. Ya, kasih sayang tak pernah menunggu. Hanya dirasakan dan dilakukan. Bahkan, tak kenal hubungan, sesama adalah saudara. Pancaran wajah mereka terbawa pulang; tak lepas dari ingatan hingga kini.

Samudra, Samudra, aku tak habis pikir. Kamu memang berada di mana-mana. Di puncak ketinggian pun, kamu hadir tanpa malu-malu. Berteriak lebih lantang daripada biasanya. Saya begitu merasakan kehadiran kali ini, Samudra, meski hamparan air tak terlihat.

Namun, apakah kamu begitu kesepian saat menemaniku? Ketika kita merasa begitu dekat, pada saat yang sama, perlu juga ditemani ibu? Apakah ibu ingin turut serta membahagiakan dan berbahagia? Inilah pelajaran langsung tentang ada tanpa hadir.

Selamat berjalan-jalan bersama ibu. Mohon sampaikan rasa terima kasihku kepadanya atas bantuannya dalam masa-masa terendahku. Sampaikan pula maafku, tak mengantarkannya menuju peristirahatan terakhir. Katakan padanya untuk tidak perlu khawatir. Kakakku pasti menjaga keluarga kecilnya dengan kesungguhan hati yang mendalam. Saya yakin.

Samudra, semoga kamu bisa membaca kata-kata.

Salam manis.

Komentar