Sini, Duduk

Apa yang ada di dalam sini? Saat ini hanya ada kekosongan yang begitu hampa. Pencarian yang tak pernah ditemukan. Harapan yang jarang sekali sesuai dengan kenyataan. Aku hanya minta satu kata. Satu saja. Satu untuk dijadikan petunjuk arah.

Dan jangan pernah sebut cinta. Pernah kukenal betul bentuknya. Indah memang, tapi ia tak pernah datang sendiri. Selalu saja ditemani teman-temannya yang datang untuk merusak keindahannya. Sebut saja mereka bedul.

Apa kau coba bercerita tentang sakit? Bukankah aku telah berakrab lama dengannya? Selalu menjadi awal dan akhir dari setiap jawaban yang ada dan yang tersisa.

Memang pintaku terlalu banyak. Tak cukup satu dan juga tak cukup lebih dari satu. Banyak peran perasaan yang selalu kau sebutkan itu sebagai dasar pintaku. Entahlah, aku pun sudah muak dengan yang satu itu. Selalu ingin dimengerti dan selalu merasa sudah mengerti. Selalu tahu apa yang dilakukan dan selalu merasa tahu apa yang diperlukan. Selalu banyak harapan dan selalu merasa sanggup untuk menerima segala hasil.

Memang ini perjuangan seperti katamu, tapi perjuangan pun butuh alasan. Memang ini keyakinan, tapi keraguan tak pernah bosan lelah untuk bersinggah. Aku hanya mau baik-baik saja. Tapi, baik-baikku dan baik-baikmu terasa begitu berbeda. Kalau warna kita memang berbeda, apakah kita sanggup melihat hasil campurannya? Ya! Berulang kali kita selalu yakin dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan berulang kali pula kita selalu kecewa dan hendak memberontak.

Sini. Duduklah. Ceritakan padaku tentang padang yang luas dan hamparan awan di atas sana. Kata orang-orang, belakangan birunya menyeruak dan banyak menghibur. Apakah betul? Dan padang dikatakan masih terhampar dan masih saja sunyi. Aku tahu, semua beranggapan ia sendiri, bahkan kadang padang pun beranggapan seperti itu. Tapi ia selalu ditemani dengan alam yang sangat ramai tanpa sering disadarinya.

5 maret 2007

Komentar