Postingan

pengakuan

Gambar
Banyak orang butuh pengakuan. Sayangnya, pengakuan itu tidak cukup hanya sekali. Orang yang percaya akan perubahan tentu saja masih memerlukan rekonfirmasi lagi dan lagi dan lagi. Mereka berebut cara untuk mendapatkan pengakuan. Selesai pengakuan yang satu, kemudian butuh pengakuan lebih untuk satu hal lagi. Bahkan, hanya untuk pengakuan yang sama. Perebutan itu suka brutal layaknya menerobos lampu merah, meskipun baru berubah sepersekian detik perubahannya dari lampu hijau dan kuning. Hmm... hasilnya jauh dari harapan. Berkali-kai ibu mengatakan, apa gunanya penyesalan. Penyesalan masih diperlukan, Ibu. Beri kabar akan kesadaran tentang kelalaian. Bagi rasa tentang haru yang menjadi debu yang tak bisa disapu. Hingga menanti pengakuan selanjutnya yang harus diulang kembali dari bawah. *gambar diambil dari http://weheartit.com/entry/10303945

tidurlah

Sebelum tiba di penghujung, saya sering kali kelelahan. Ujung pun tak terlihat; bukan karena silau ataupun gelap, tetapi memang terlalu jauh. Kadang, mungkin saja ujung sudah di depan mata. Namun, karena terlalu besar, saya suka berpikir itu hanya tak terlihat. Atau, bisa jadi justru memang tidak mau melihat ujung. Terlanjur termakan omongan orang yang bilang hidup penuh perjuangan, tanpa akhir. Kasihan. Ketika sedang lelah, saya suka lihat kiri-kanan. Memang, ya, rumput tetangga tampak lebih hijau. Namun, rasanya, perlu juga melihat ke belakang. Menatap jejak yang telah dilewati. Patutlah berbangga diri. Banyak sudah pernah dilakukan dan dikenang, meskipun tak banyak orang tahu. Mungkin, mereka memang tak perlu tahu. Di sinilah saya. Melihat representasi humanis akan karya saya. Bangga sekaligus terharu! Terima kasih mereka.

tak ada kompor, maka tak ada mie

Cemburu. Bahkan, kata itu ada di imaji mental saja sudah terasa merinding. It was so silly! Rasa itu masuk dalam daftar salah satu rasa yang tidak bertujuan. Emang rasa punya tujuan? Ah, pertanyaan lain lagi itu, Kak. Sadar betul, cemburu dekat dan erat dengan rasa kepemilikan, meskipun saya belum berani bilang ada hubungan klausal antara mereka. Tapi, rasa itu seolah tidak bisa ditolak. Datang tanpa mau pergi, padahal tidak ingin sangat. Mencoba tenang untuk sekadar melakukan pembenaran, tapi tetep ada di situ; semacam ada spidol permanen di muka yang meskipun hati yakin tidak ada cemong, tapi buktinya tetap dilihat ada. Segala ketakutan atas kejadian yang tidak diketahui atau asumsi berlebihan yang entah mau atau tidak untuk ditemui kebenarannya menyelinap begitu saja. Muncul kayak tai yang mengambang di sungai entah dari pinggiran sebelah mana. Padahal, saya menolak dengan tegas konsep kepemilikan dalam relasi romantis. Membiarkan sepasang tetap menjadi subjek; tidak tenggelam dalam...

aku adalah aku

Baru melihat video kiriman teman kampus. Langsung teringat pada masa itu. Ketika saya terlalu hobi untuk menikmati segala sesuatu yang kecil. Menghargai setiap kelambatan yang tercipta. Waktu adalah milik saya. Satu satuan waktu ketika eksistensi saya adalah hanya milik saya seorang, tanpa tengok kiri-kanan. Ketika aku begitu menjadi aku. Selesai sudah semua dunia lain. Dunia saya adalah dunia dalam pikiran. Kelabu, berangin, kering, tapi mampu cipta nyaman yang menghibur. ah, rindu! tapi, perasaanku sudah hinggap pada kisah kini.

tsunami dan dandelion

Kakak saya pernah bilang, keluarga itu seperti susunan kartu. Jika satu kartu jatuh, kartu lain pun tak bisa tegak berdiri sendiri. Namun, prinsip itu selalu terbukti salah. Setelah jatuh untuk kesekian kalinya, kami tak pernah diam begitu saja. Membiarkan diri kami jatuh terlalu lama. Keinginan kami untuk segera bangun lagi sambil mendorong kartu lain begitu besar. Dan, tak pernah sekali pun kami membiarkan salah satu kartu tetap terjatuh. Maka, saya tak setuju dengan prinsip itu. Kartu tak ada kemampuan untuk bangkit lagi. Sementara keluarga kami, tak berhenti bersikeras untuk mendirikan kartu-kartu itu lagi. Kami memulainya dengan sungut yang seolah tak berkehabisan. Tumpukan abu dan batang rokok memenuhi asbak. Jam sudah tak kami hiraukan. Kami harus mengelupas segala luka yang sudah mengering untuk menghilangkan bekasnya. Padahal, kami yakin bahwa bekas itu tak pernah hilang. Kami akan semakin tertarik dalam pusaran ini. Saya jadi ingat mimpi saya bertahun-tahun yang lalu; tak lam...

Ode untuk BW

Gambar
Dear friends, Artikel tentang negeri ikan yang barusan terkirim menandai berakhirnya masa kerja saya. Jadi, mulai edisi depan, nama saya yang agak ganjil itu takkan lagi ada di halaman depan majalah. Itu adalah penggalan kalimat dalam email yang baru saja saya terima sore ini. Saya terima langsung dari Editor Senior saya di majalah. Email dari dia memang ditunggu-tunggu. Tapi, bukan soal itu. Lampirannya saja. Saya tertegun! Beberapa detik mata saya tak berkedip dan menatap kosong isi email itu. Saya sedih luar biasa. Memang, saya tidak seakrab itu. Ngobrol saja sangat jarang karena kami sama-sama hanya part-time di majalah itu. Tapi, saya sungguh merasa gundah. Dalam waktu dua bulan, saya belajar banyak dari dia. Meskipun tidak mendapat komentar banyak, tapi tulisan dia paling "bunyi". Kosakatanya kaya. Diksinya dipilih dengan baik-baik. Paham alur. Hebatnya, pikiran dia bisa diseimbangkan dengan kacamata pembaca. Tulisannya elegan. Penuh isi. Wawasannya luas. Idenya cemerla...

pilihan

Cara orang untuk mengekspresikan kangen memang beragam. Saya mungkin termasuk salah satu yang menyebalkan. Kalau sedang dirundung rindu, semua ingin berjalan sesuai rencana. Tentu saja, semua belum tentu berbalas atau mungkin berbalas, tapi tidak seirama. Ujungnya malah menanam sungut. Biasanya, saya lebih memilih untuk langsung pulang dan tetap menghargai diri dengan bersantai. Jadi, malam ini, saya akan menghabiskan berkeping-keping film di kamar. Untungnya, hidup masih selalu ada pilihan.

tahta bahasa isyarat

Dia memang tidak bisa bicara banyak. Bahkan, dia sama sekali tidak bisa bicara. Tak pernah satu kali pun mengeluarkan suara atau bunyi-bunyian. Meskipun begitu, semua orang mencarinya, termasuk aku. Sebagian menyerahkan seluruh hidupnya demi meilikinya. Sebagian lagi tak kunjung berhasil mendapatkannya. Aku pun menghabiskan pagi sampai malamku untuk bertemu dengannya. Sering kali kudengar cerita tentangnya dari orang-orang di sekitarku. Betapa dia bisa membahagiakan banyak orang dengan sikapnya yang penuh kuasa. Sebagian lagi mengatakan dia tidak penting, banyak yang lebih penting di dunia itu. Aku? Hanya bisa termangu. Aku telah dibutakan untuk bertemu dengannya. Begitu banyak mimpiku yang digenggam erat olehnya. Dalam saat yang bersamaan, mimpiku pun membuatku semakin jauh darinya. Ia bagaikan bintang di langit luas yang cerah. Ada di mana-mana dan tak akan berhenti untuk ditunjuk satu-satu. Tak bisa pula ia menghitugn jumlahnya sendiri. Semakin diperhatikan, semakin pula ia memu...

Bertahun-tahun Lalu

Gambar
Jonsi namanya. Aku sudah pernah jatuh cinta padanya bertahun-tahun lalu. Waktu itu, kusegera mengandaskannya. Banyak orang bilang ia membawa energi negatif untukku. Padahal, aku merasa begitu bersemangat ketika sedang duduk berdua dengannya. Kami begitu penuh dengan rasa. Saling mencari diam-diam jika tak bersama. Saling menatap tanpa ada kata-kata yang jelas maknanya. Mencuri dengar suaranya yang begitu khas dan sering kali diulang-ulang sendiri dalam kepala sampai tertidur pulas. Hari ini, aku mendengar suaranya. Ia menghampiriku dengan senyum yang tak pernah lebih manis. Senyum ia seperti biasanya. Ia tidak berbeda dengan bertahun-tahun lalu. Pakaian yang dikenakannya masih saja berbeda dengan orang-orang kebanyakan; kadang berlapis-lapis; kadang ada rumbai-rumbai. Dia berpakaian semaunya saja. Tak ada orang yang mematuhi norma umum tidak menolehkan wajahnya ketika berpapasan dengannya. Padahal, tanpa pakaian seperti itu, ia sudah terlihat berbeda. Sering kali ia meletakkan sehela...

Kenal

Hari ini, saya mengajar tentang tahu dan kenal. Kemudian, saya sadar bahwa dua belas bulan terakhir, saya banyak kenal: kenal mimpi, kenal hati, kenal positif, kenal pertemanan, kenal orang, dan kenal diri sendiri. Saya kenal orang-orang yang punya mimpi dan menggunakan hatinya. Dengan begitu, mereka punya energi positif yang begitu besar ketika menceritakan mimpinya. Tentu saja, hal itu berpengaruh pada diri saya. Ketika bicara soal mimpi, pasti bicara juga soal harapan. Pastinya, masih banyak orang yang takut berharap, mungkin juga diri saya sendiri. Namun, harapan sering kali menjadi satu-satunya jalan untuk menemukan jalan keluar. Kenapa kita merasa harus keluar? Keluar cenderung didekatkan dengan arti kepuasan, kelegaan, dan kebebasan. Padahal, sebenarnya, mereka hanya mencari “dalam”, ingin berada di dalam kenyamanan; bukan justru keluar dari wilayah kenyamanannya. Nyaman sering kali justru jadi belenggu untuk kita mengeksplorasi diri kita sendiri. Banyak juga orang yang masih me...