pulang
Malam tadi, saya bangun tergagap. Keresahan memenuhi kamar. Langsung saya toleh kiri-kanan, memastikan di mana sebenarnya kenyataan berada. Semua lengkap seperti sebelum saya tinggalkan. Namun, rasa lega belum bisa meluluhkan kecemasan.Saya biarkan saja seolah tak peduli. Bunga tidur kadang memang begitu jahat daripada apa yang sebenarnya. Tiga jam setelah terbangun, saya coba mencernai bunga-bunga itu. Hanya ada saya dan kakak perempuan saya di antara empat bersaudara itu. Ibu, kakak, dan saya sangat telrihat panik di dalamnya. Ayah kesakitan, tetapi--seperti pada kenyataan--bersikap seperti tak apa-apa. Masih bersedia menyetir untuk kepindahannya dari RS Harapan Kita ke RS Pondok Indah. Di perempatan Antasari, setelah dibujuk-bujuk, akhirnya ia meminta saya untuk menggantikannya. Bunga belum selesai. Sesampainya, seorang adiknya marah-marah kepada Ibu karena dianggap tidak mempunyai waktu. Saya pun berani menerobos posisi hierarkis yang dipegang teguh dalam budaya Jawa kami. Saya tan...