6 Kejam

Ia datang. Diletakkannya beberapa bungkus tokok di meja yang hanya ada mereka berdua. "Waktu kita tidak panjang. Setidaknya, itu yang kita ketahui. Aku ingin menelusurinya dengan padat." Kawan bicaranya tak bingung. "Setidaknya, keberadaan kita di sini karena ketertarikan," begitu tanggapan lawan bicaranya yang tak pernah tersampaikan.

Diceritakannya tragedi hidup dan kekejamannya. Entah siapa yang kejam. Bisa hidup, bisa pula ia. Siapa peduli? Hasilnya sama saja. Tertawa-tawalah kawan bicaranya. Bahkan, kawan bicaranya bisa menjadi lebih kejam ketika bisa menertawakan itu semua. Namun, bisa apa lagi?

Mereka berdua mungkin menikmati kekejaman. Bisa juga, kekejaman menjadi pintu masuk sekaligus penyaring untuk kompromi. Bukankah perubahan hanya mitos seperti cara berpakaian?

Komentar