2 Astor
Saya suka Astor. Suka seklai. Setiap saat, ia pantas menjadi teman. Pun, sanggup mengubah sedih menjadi tenang, bisa juga pakai senyum. Entah apa lagi yang bisa membuat saya suka melebihi ini. Rasanya, tidak ada lagi.
Suatu pagi, saya bangun dengan kelaparan. Mimpi apa malamnya? Tak ada lain, hanya Astor di hadapan. Tidakkah ada yang lebih indah daripada kehadiran kesukaan pada saat-saat genting? Terlahaplah.
Saya tahu betul, lapar pasti masih akan mengusik. Ternyata, benar memang, kesukaan tak selalu menggiring kenyang. Mungkin, bertahan tak seberapa lama. Padahal, saya suka betul dengan Astor. Sungguh.
Pun, ada sesuatu yang lebih berat dapat dilahap, kenyang pun tak bertahan sebegitu lamanya, bukan? Ia akan datang kembali. Kadang, mengendap-enadap. Kadang, sebegitu terbukanya. Kita kerap lapar. Kembali.
Suatu pagi, saya bangun dengan kelaparan. Mimpi apa malamnya? Tak ada lain, hanya Astor di hadapan. Tidakkah ada yang lebih indah daripada kehadiran kesukaan pada saat-saat genting? Terlahaplah.
Saya tahu betul, lapar pasti masih akan mengusik. Ternyata, benar memang, kesukaan tak selalu menggiring kenyang. Mungkin, bertahan tak seberapa lama. Padahal, saya suka betul dengan Astor. Sungguh.
Pun, ada sesuatu yang lebih berat dapat dilahap, kenyang pun tak bertahan sebegitu lamanya, bukan? Ia akan datang kembali. Kadang, mengendap-enadap. Kadang, sebegitu terbukanya. Kita kerap lapar. Kembali.
Komentar
Posting Komentar